Minggu, 08 November 2009

KEGIATAN PENANAMAN DAN REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI


Hutan tanaman, terutama pada lahan terdegradasi atau lahan berpotensi rendah, merupakan sasaran utama penelitian CIFOR. Hal ini disebabkan pentingnya pemenuhan kebutuhan dunia akan papan, pulp, dan produk kayu lainnya. Sebagian besar kegiatan tersebut termasuk pula upaya optimalisasi produksi hutan tanaman.

Tantangan terbesar bagi rimbawan, ilmuwan serta industri adalah untuk mengembangkan hutan tanaman yang mampu secara ekonomi dan lestari secara biologi. Hal seperti ini sudah dilaksanakan di beberapa negara industri. Meskipun demikian, istilah hutan tanaman masih relatif baru di banyak negara tropis dan masih sedikit sekali yang diketahui tentang kondisi serta permasalahan lokal yang membatasi hasil/produksi seperti buruknya kualitas air serta tingkat unsur hara di dalam tanah, erosi, variasi cadangan genetik, dan penyiapan lahan yang kurang layak.

Dibawah pengarahan Dr. Chistian Cossalter, ahli di bidang reforestasi lahan marjinal, CIFOR melakukan beberapa kajian di seluruh dunia yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dalam rangka perbaikan kesuburan tanah dan peningkatan produktifitas tanaman dalam jangka panjang. Percobaan lapangan terus dilakukan pada 16 plot pengamatan di 7 negara yaitu Australia, Brasil, Cina, Kongo, India, Indonesia, dan Afrika Selatan dalam bentuk sebuah proyek yang bertujuan untuk menentukan metode yang paling tepat dalam melakukan pemanenan di negara-negara tropis dengan berbagai kondisi ekologis yang sangat berbeda. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat membantu para manager lapangan untuk memilih strategi pengelolaan yang paling tepat dalam rangka memperbaiki masalah produktifitas tiap-tiap lahan, demikian pula untuk permasalahan hutan tanaman pada umumnya.

Diantara lahan yang sedang dikaji adalah hutan tanaman Eucalyptus (low-performing) yang berasal dari India dan Cina. Hutan tanaman Eucalyptus merupakan salah satu sumber utama bahan baku kayu dan pulp untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun internasional. Tetapi hasil yang diperoleh dari lahan-lahan percobaan di India maupun di Cina untuk jenis ini masih jauh di bawah rata-rata. Saat ini para peneliti berupaya untuk melakukan berbagai uji perlakuan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Sementara itu, percobaan serupa yang mulai dilakukan pada tahun 1998 ini dapat dijadikan dasar penelitian dalam mengembangkan Kriteria dan Indikator yang sesuai bagi pengelolaan hutan tanaman di dalam rangka pemeliharaan maupun peningkatan produktifitasnya. Saat ini juga dikembangkan suatu alat yang dapat membantu upaya tersebut yaitu berupa sebuah pendekatan yang menggunakan kombinasi GIS dan multi agent system (MAS). Kesemuanya ini diharapkan dapat membantu para manager hutan dalam membangun model spasial hutan tanaman untuk mengetahui adanya interaksi antara tanaman dengan sumber daya alam ataupun sumber-sumber lainnya sehingga dapat mendukung upaya pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan bentang alam.

Meskipun kawasan hutan tanaman sudah dideliniasi dengan jelas, namun tetap merupakan bagian dari suatu bentang alam yang luas. Selanjutnya muncul beberapa pertanyaan penting tentang pengaruh hutan tanaman ini terhadap ekosistem secara lebih luas. Seperti contohnya, apakah hutan tanaman yang berbentuk agroforestry dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati?. Apakah hutan tanaman yang lokasinya dekat dengan kawasan perlindungan dapat mengancam flora dan fauna asli melalui kemungkinan proses introduksi jenis generalis atau eksotik? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini CIFOR berupaya untuk memperluas lingkup kegiatan hutan tanaman.

Rehabilitasi lahan hutan terdegradasi sesungguhnya mempunyai potensi nilai komersial disamping manfaat penting lainnya bagi lingkungan hidup. Proses permudaan perlu memperhatikan permasalahan seperti hilangnya kesuburan tanah, dampak erosi dan gangguan terhadap keseimbangan hidrologi serta fungsi-fungsi ekologis lainnya. Upaya pemecahannya meliputi berbagai macam praktek seperti mempercepat proses permudaan alam, tanaman perkayaan, pergantian siklus rotasi, budidaya jenis-jenis cepat tumbuh, penggunaan cadangan genetik unggul, mengurangi dampak pembalakan dan pembangunan tegakan campuran menggunakan jenis-jenis cepat tumbuh dan jenis tanaman yang tahan hidup dibawah naungan (shade-tolerant).

Penelitian CIFOR tentang lahan terdegradasi ini meliputi berbagai tipe hutan.yang tersebar di seluruh dunia. Jepang merupakan negara donor utama dalam program yang dikoordinasi oleh Dr. Shigeo Kobayashi. Salah satu fokus penelitiannya adalah teknik silvikultur dalam rangka memperbaiki lahan hutan yang terdegadrasi. Salah satu contoh kegiatannya adalah kerjasama penelitian dengan Universitas Kasetsat di Thailand tentang evaluasi dampak ekologis tebang pembebasan tegakan jati, pada berbagai intensitas dan pola yang berbeda, dan dampak intercropping dengan tanaman seperti kopi. Pada tahun 1998 juga telah dilakukan percobaan terhadap tegakan Eucalyptus berumur 7 tahun milik sebuah pabrik kertas di negara bagian Sao Paulo, Brasil. Kajian yang direncanakan bekerjasama dengan EMBRAPA/CNPF Brasil ini akan melakukan evaluasi tentang bagaimana dampak pemadatan tanah yang disebabkan oleh metode pemanenan dan pengolahan tanah dapat mempengaruhi produktifitas lahan. Diharapkan bahwa hasil temuan akan memberikan implikasi yang luas, karena hampir 40% dari seluruh tegakan pohon di Brasil merupakan hutan Eucalyptus, dan di negara bagian Sao Paulo sendiri meliputi 1 juta hektar.

Dalam salah satu kerjasama utamanya dengan China, ilmuwan CIFOR menjajaki pendekatan sosial ekonomi yang dapat mendukung upaya menyeluruh dalam rangka mengembalikan fungsi lahan terdegradasi. Lebih dari 60% dari total luas kawasan lahan di Cina berupa lahan terdegradasi yang berada di kawasan lembah dan pegunungan. Untuk itu sangat diperlukan upaya untuk mendorong pemanfaatan lahan agar produktif, terutama oleh petani skala kecil. Salah satu solusi yang banyak disukai dan dipilih adalah kegiatan penanaman pohon, meskipun masih harus dipikirkan tentang masalah kelangsungan dan kelestarian kegiatannya. Chinese Academy of Forestry telah berhasil menemukan beberapa teknologi pemecahannya, tetapi masalah utama yang dihadapi adalah bagaimana untuk menerapkan teknologi tersebut dalam skala luas serta metoda penerapan yang sesuai dengan kondisi lahan.

Hal kurang menguntungkan yang sering muncul dan selalu menjadi kendala bagi penelitian kehutanan baik Cina maupun negara lainnya adalah buruknya kualitas data. Informasi yang tersedia tentang sumber daya hutan mungkin tidak konsisten dan kualitasnya tidak seragam, dan metode yang umumnya digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan tersebut dapat memberikan interpretasi yang kurang akurat. Pada tahun 1998, ilmuwan CIFOR menjalin kerjasama dengan beberapa lembaga di Cina dan Indonesia untuk memperbaiki sistem pengumpulan data kehutanan dalam rangka kemudahan dan kelayakan analisis. Setelah tinjauan data statistik pada badan kehutanan di kedua negara tersebut selesai dilaksanakan, selanjutnya mereka melakukan analisa dan sintesa terhadap seluruh hasil yang diperoleh serta merumuskannya dalam suatu rekomendasi yang dipersiapkan untuk workshop yang akan diselenggarakan di Beijing pada bulan Mei 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar