Minggu, 08 November 2009

HASIL HUTAN NON KAYU


Hasil hutan non-kayu sudah sejak lama masuk dalam komponen penting strategi penghidupan penduduk hutan. Saat ini, upaya untuk mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan berhasil meningkatkan perhatian terhadap pemasaran dan pemungutan hasil hutan non-kayu sebagai suatu perangkat dalam mengembangkan konsep kelestarian. Meskipun demikian, tidak ada jaminan akan menghasilkan keluaran yang positif. Sebuah wadah besar kegiatan penelitian NTFP yang dilakukan oleh CIFOR dengan berbagai mitranya sangat membantu dalam menyediakan berbagai pengalaman bermanfaat mengenai hal-hal yang bisa dilakukan maupun yang tidak.

Seperti dikemukakan oleh beberapa ilmuwan CIFOR dan yang lainnya bahwa sudah banyak penelitian yang dilakukan di bidang NTFP ini. Tetapi banyak pengetahuan yang selama ini dihasilkan hanya terpusat pada satu jenis produk, lokasi dan kelompok pengguna tertentu saja sehingga pemanfaatannya sangat terbatas. Sebaliknya, CIFOR lebih memusatkan kajiannya terhadap dinamika pola pemungutan, pemanfaatan dan perdagangan NTFP secara lebih luas terutama dalam kerangka perubahan sosial, ekonomi dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, penemuan ini akan membawa kita pada pemahaman yang lebih baik lagi tentang peran atau potensi NTFP yang sesungguhnya sebagai alat dalam upaya pembangunan dan konservasi di berbagai kondisi situasi dan strategi.

Hal lain yang disoroti adalah sebuah publikasi berjudul "Incomes From the Forest: Methods for the Development and Conservation of Forest Products for Local Communities" atau "Penghasilan dari hutan: Metoda Pengembangan dan Konservasi Hasil-hasil hutan untuk kepentingan Masyarakat Lokal". Buku ini ditulis berdasarkan beberapa studi yang dilakukan oleh beberapa lembaga yang menyumbangkan pengalaman pentingnya menyangkut penggunaan berbagai metoda untuk mengevaluasi pengembangan dan konservasi hasil-hasil hutan dalam konteks yang berbeda. Didalamnya juga dimuat kerangka pemikiran konsepsual yang menggambarkan rumitnya upaya pengembangan dan konservasi NTFP, dengan berbagai isu yang diarahkan pada berbagai tingkatan: rumah tangga, pasar, lembaga lokal dan hutan disekitarnya.

Pada tahun 1998 ini CIFOR juga memulai suatu kegiatan penelitian global yang dirancang untuk memberikan gambaran NTFP secara lebih luas dalam hubungannya dengan pola pemanfaatan lahan serta strategi penghidupan penduduk lokal. Pada tahap awal, dipelajari studi kasus yang meliputi sejumlah produk hasil hutan di Indonesia dengan tujuan menganalisa proses pengembangan dan pemanfaatan NTFP. Pada akhirnya diharapkan bahwa studi yang sama juga akan dilaksanakan di tiga lokasi penting di kawasan tropis, sehingga dapat diperoleh suatu bahan perbandingan berskala internasional yang mampu menghasilkan kesimpulan dengan dasar yang luas. Perbandingan global ini akan merupakan kegiatan penelitian penting CIFOR di bidang NTFP dalam beberapa tahun mendatang.

Diantara kegiatan yang dilakukan di Indonesia, para peneliti menyelidiki potensi untuk memperbaiki kelangsungan hidup pertanian skala kecil yang memanfaatkan rotan dan kebun buah-buahan di daerah Kalimantan Timur yang saat ini sedang menghadapi perubahan-perubahan peraturan pemerintah. Rotan dahulunya merupakan hasil utama kawasan ini, tetapi produksi lokal mengalami kegagalan sejak diberlakukannya larangan ekspor rotan mentah pada akhir tahun 1980-an dalam rangka melindungi pasokan domestik.

Dr. Manuel R. Perez dan Dr. Brian Belcher dari CIFOR, Lembaga Penelitian Kehutanan Subtropika (Research Institute of Subtropical Forest) dan Pusat Penelitian Pengembangan dan Ekonomi Nasional China (China’s National Economic and Development Research Center) memprakarsai suatu kegiatan penelitian multi-aspek yang dibentuk sebagai bagian dari studi awal dinamika sektor bambu di Cina. Hasil temuannya saat ini sudah diterapkan oleh Departemen Kehutanan Cina (Chinese Ministry of Forestry) dalam melaksanaan kebijakan barunya dan upaya mendukung sektor bambu di Cina.

Studi perbandingan tentang agroforestry damar di Krui, Sumatra, dan pemungutan gaharu (kayu harum yang mengandung resin) di Kalimantan Timur telah selesai dilaksanakan pada tahun 1998. Dalam kajiannya para peneliti menemukan bahwa tingkat pendapatan yang diperoleh dari hasil-hasil hutan ternyata tidak cukup untuk digunakan sebagai alat untuk menduga apakah masyarakat cenderung untuk melestarikan sumber pendapatan tersebut atau terus menerus memanennya. Disamping itu, perlu dipahami aspek yang menyangkut masa depan pentingnya sumber pendapatan tersebut bagi penghidupan penduduk setempat. Dengan demikian, pendapatan rendah tetapi teratur yang diperoleh dari damar tampaknya dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan yang tinggi dari tanaman tahunan seperti kopi. Hal ini disebabkan pendapatan yang diperoleh dari damar dapat menjamin berlangsungnya ketersediaan pangan untuk kehidupan sehari-hari.

Salah satu fokus utama dalam penelitian pemungutan gaharu ini adalah munculnya pertanyaan yang lebih umum tentang bagaimana harga yang tinggi dapat mempengaruhi sistim insentif dalam mengelola NTPF secara lestari. Studi ini mengamati manfaat gaharu secara ekonomi bagi petani peladang berpindah suku Kenyah di tiga desa. Saat ini gaharu masih termasuk dalam urutan hasil hutan bernilai ekonomi tinggi yang diperdagangkan di seluruh dunia. Hasil temuan pada tahun 1998 ini menyebutkan bahwa sejak tahun 1993, harga yang dibayarkan kepada para pemungut di Kalimantan Timur untuk jenis berkualitas tinggi melonjak naik (belum pernah terjadi sebelumnya), dan saat ini merupakan masa pemungutan kayu gaharu yang paling intensif di sepanjang sejarah.

Kajian lainnya yang dilakukan di Indonesia yaitu pemungutan dan perdagangan minyak benzoin (resin pohon yang digunakan terutama untuk kemenyan, minyak wangi dan obat-obatan) yang tersebar luas di Sumatra Utara. Diantara temuan yang dihasilkan sampai saat ini menyatakan bahwa benzoin memegang peranan penting bagi penduduk berpendapatan menengah; dalam artian relatif dan mutlak, kelompok ini memperoleh penghasilan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok paling miskin. Hasil ini juga cocok dengan apa yang ditemukan pada kajian sektor bambu di Cina.

Mitra kerja utama CIFOR di Indonesia adalah Pusat Kehutanan Sosial di Universitas Mulawarman, Samarinda dan proyek FORRESASIA, sebuah program yang dibiayai Uni Eropa yang berkepentingan dengan strategi alternatif bagi pengembangan sumberdaya hutan. Penelitian yang dilakukan di Kalimantan dibangun dengan landasan kuat yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan terkait yang telah dilakukan di kawasan ini oleh lembaga kerja sama baik internasional maupun lokal, termasuk WWF-Indonesia, Forest Research and Development Agency (FORDA) dan Consortium for Community Forestry.

Banyak kegiatan penelitian CIFOR tentang peranan hasil hutan dalam pembangunan juga sedang dikerjakan di Bolivia dan Zimbabwe. Tindak lanjut dari kegiatan ini akan lebih dipusatkan pada faktor-faktor keabsahan (legal), kelembagaan dan pemasaran yang mempengaruhi perdagangan NTFP di kedua negara tersebut, seperti contohnya, peraturan kehutanan yang baru, praktek kepemilikan lahan, struktur pedesaan serta kompetisi antar lembaga yang ada.

Penelitian yang dilakukan di bagian utara Bolivia berhasil menganalisa adanya perubahan dramatis yang terjadi dalam distribusi manfaat pemungutan NTFP setelah runtuhnya pasaran karet Brazilia sekitar tahun 1980-an. Pada peristiwa sebelumnya, seorang raja karet menggunakan kekuasaannya untuk mengontrol perdagangan melalui sistem "peonage" yaitu membiarkan para pekerja penyadap mempunyai hutang yang sangat besar sehingga sedikitpun tidak dapat mengambil keuntungan penjualan dari hasil hutan. Saat ini, kegiatan pemungutan dan pembuatan kacang Brazil merupakan satu-satunya sumber pendapatan paling penting bagi banyak penduduk di pedesaan. Pabrik-pabrik yang berada di dekat kota melakukan pengawasan terhadap proses pembuatan sedangkan penduduk hutan mendapatkan manfaat finansial dari kegiatan pemungutan kacang serta kerja musiman pengupasan kulit.

Penulis juga mengulas metodologi serta hasil lebih dari 140 penelitian ekonomi deforestasi hutan. Mereka menyatakan bahwa banyak hasil temuan yang sebaiknya dipandang secara skeptis disebabkan buruknya kualitas data serta lemahnya rancangan studi. Akhir-akhir ini model ekonomi kuantitatif deforestasi menjadi sangat populer. Meskipun beberapa kajian di bidang ini menawarkan suatu gagasan pemikiran yang bermanfaat, dilain pihak penulis bahkan kurang sependapat karena pada umumnya pendekatan yang digunakan seperti model regresi nasional dan multi-negara manfaatnya terbatas. Mereka merekomendasikan suatu perubahan kearah kajian pada tingkat daerah dan penduduk/keluarga, yang mampu untuk lebih jauh menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pihak yang terkait langsung dalam pembukaan dan pemanfaatan hutan.

Kegiatan lainnya yang berupaya untuk merombak atau melawan arus melalui proram penelitian ini adalah menangkal pandangan umum tentang intensifikasi pertanian serta dampaknya terhadap hutan. Paradigma konvensional yang ada saat ini adalah meningkatnya produktifitas pertanian yang disebabkan oleh kemajuan teknologi akan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya hutan sehingga mendukung upaya-upaya konservasinya. Tetapi peneliti CIFOR dalam hal ini banyak menemukan berbagai contoh dimana temuan baru di sektor pertanian bahkan menciptakan kesempatan baru bagi petani untuk membuka lahan lebih cepat dibandingkan dengan apa yang dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian ini memberikan kesan bahwa penerapan teknologi padat modal (capital-intensive) yang cocok dengan kondisi kawasan lahan pertanian serta kegiatan produksi untuk keperluan ekspor cenderung akan meningkatkan konversi lahan hutan.

Karena program penyesuaian struktural mempunyai dampak yang besar terhadap hutan dan penduduk didalamnya maka CIFOR berusaha untuk menyelidiki pengaruh dari program-program tersebut serta membuat analisa kelayakan dari strategi alternatif yang ditawarkan. Hanya beberapa tahun yang lalu, penduduk miskin dan praktek perladangan/pertanian berpindah dipandang sebagai penyebab utama yang mendorong proses deforestasi. Tetapi bukti-bukti yang ada saat ini menyatakan bahwa faktor-faktor komersial dan perubahan makro ekonomi dapat memberikan pengaruh yang lebih besar.

Studi perbandingan yang dilakukan di Indonesia, Kamerun dan Bolivia menunjukkan bagaimana krisis ekonomi nasional serta kebijakan makroekonomi pemerintahan dapat mempengaruhi pola matapencaharian penduduk dan pemanfaatan hutan setempat. Dengan jalan mengkombinasikan metoda ilmu sosial dan data penginderaan jarak jauh di berbagai kasus, para peneliti mendapatkan jawaban atas beberapa pertanyaan utama seperti, apa yang mempengaruhi keputusan untuk bertani pada tingkat keluarga dan bagaimana hubungannya dengan pembukaan hutan.

Di Zimbabwe, CIFOR berperan serta dalam melakukan analisis ekonomi dan pengaruh ekologi pesatnya industri kerajian yang memerikan peluang bagi sumber pendapatan ribuan penduduk pedesaan. Proyek ini mendapatkan bantuan dari CAMPFIRE, sebuah program dari U.S. Agency for International Development yang mempromosikan upaya perlindungan bagi kawasan yang secara biologis terancam. Upaya ini dilakukan dengan menggalang dukungan masyarakat lokal untuk dapat memperoleh keuntungan melalui eko-turisme yang menonjolkan satwa liar dan komersialisasi sumberdaya alam. Industri kerajinan di Zimbabwe dipandang kontroversial karena adanya kekuatiran saat ini berkaitan dengan menysuutnya beberapa jenis pohon asli sebagai bahan baku kayu. Studi yang dilakukan oleh CIFOR dan mitra kerjanya berusaha menyelidiki isu yang berkaitan dengan pasokan kayu lokal yang dikelola secara lestari, termasuk pembaharuan peraturan, insentif ekonomi untuk melakukan perubahan dan perean serta lokal dalam memikirkan solusi yang sifatnya membangun.

Pada tahun 1998 kegiatan lapangan NTFP di bagian barat Brazilian Amazon mulai dikerjakan, dan juga analisa spasial bagi Alto Juara Extractive Reserve. Hasil sementara menunjukkan adanya perubahan pola pemukiman di dalam kawasan reservasi dimana para penyadap karet bergerak dari daerah pedalaman dan hulu sungai ke arah pinggiran sungai yang mudah dicapai. Tampak pula adanya perubahan basis perekonomian daerah. Peran karet mengalami penurunan, sementara beberapa tanaman tahunan, ternak dan pendapatan yang berasal dari sektor ke-tiga (seperti upah pensiun, kesehatan dan sekolah) mampu meningkatkan kontribusi mereka terhadap produksi kawasan.

Do Zona Hutan Basah Kamerun, sebuah program penelitian NTFP yang dilakukan CIFOR berhasil menjelaskan situasi yang tidak terduga dengan menunjukkan bahwa kaum perempuan di kawasan ini ternyata memegang peranan yang sangat kuat dalam produksi dan perdagangan NTFP jika dibandingkan dengan perannya yang sangat terbatas dalam pengambilan keputusan. Meskipun perdagangan NTFP di Kamerun secara resmi diatur oleh peraturan lokal, perempuan ternayata mempunyai kontrol yang kuat terhadap pasar, demikian pula kaitannya dengan pola simpan pinjam yang umumnya digunakan untuk membiayai usaha perdagangan NTFP. Temuan ini mempunyai implikasi bagi perubahan kebijakan sosial ekonomi dan pengelolaan hutan lestari di Kamerun – dan juga kawasan tropis lainnya – karena perdagangan NTFP ini tampaknya menjadi strategi pendapatan bagi kaum perempuan, yang merupakan gambaran kebanyakan penduduk hutan yang miskin di daerah pedesaan Kamerun tetapi umumnya tidak diakui dalam hal kepemilikan lahan dan jaminan akses terhadap sumberdaya hutan.

Penelitian ini juga menunjukkan pentingnya peran pasar NTFP dalam degradasi hutan, dan digarisbawahi pula sulitnya pencapaian keseimbangan di antara meningktakan penghidupan masyarakat yang tergantung pada hutan dan upaya konservasi. Tampak meningkatnya ketergantungan penduduk pedesaan pada tanaman obat-obatan disebabkan oleh timbulnya krisis ekonomi dan devaluasi CFA franc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar